HAM berlaku universal, artinya berlaku bagi siapa saja manusia yang hidup di dunia.
Dasar-dasar HAM tercantum dalam UUD 1945, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1 dan pasal 31 ayat 1.
HAM yang Kita kenal sekarang adalah sesuatu yang sangat berbeda dengan hak-hak yang sebelumnya termuat.
HAM yang dirujuk sekarang adalah seperangkat hak-hak yang dikembangkan oleh PBB sejak berakhirnya Perang Dunia II yang tidak mengenal batasan-batasan kenegaraan.
Pada tataran tertentu, akan menjadi sangat salah untuk mengidentikan atau menyamakan antara HAM dengan hak-hak yang dimiliki warga negara.
HAM dimiliki oleh siapa saja, selama Ia bisa disebut sebagai manusia.
HAM merupakan bagian integral dari kajian dalam disiplin ilmu hukum internasional.
Oleh karenanya bukan suatu yang kontroversial bila komunitas internasional memiliki kepedulian yang serius dan nyata terhadap isu HAM di tingkat domestik.
Peran komunitas internasional sangat pokok dalam perlindungan HAM karena sifat dan watak HAM itu sendiri yang merupakan mekanisme pertahanan dan perlindungan individu terhadap kekuasaan negara yang sangat rentan untuk disalahgunakan.
Jauh sebelum masa kemerdekaan, Indonesia sudah dikenal dunia sebagai Bangsa yang memiliki peradaban maritim maju. Bahkan, bangsa ini pernah mengalami masa keemasan pada awal abad ke-9 Masehi.
Sejarah mencatat bangsa Indonesia telah berlayar jauh dengan kapal bercadik. Dengan alat navigasi seadanya, mereka telah mampu berlayar ke utara, lalu ke barat memotong lautan Hindia hingga Madagaskar dan berlanjut ke timur hingga Pulau Paskah.
Dengan kian ramainya arus pengangkutan komoditas perdagangan melalui laut, mendorong munculnya kerajaan-kerajaan di Nusantara yang bercorak maritim dan memiliki armada laut yang besar.
Fakta sejarah lain yang menandakan bahwa bangsa Indonesia terlahir sebagai bangsa maritim dan tidak bisa dipungkiri, yakni dibuktikan dengan adanya temuan-temuan situs pra-sejarah dibeberapa belahan pulau.
Penemuan situs pra-sejarah di gua-gua Pulau Muna, Seram dan Arguni yang dipenuhi oleh lukisan perahu-perahu layar, menggambarkan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia merupakan bangsa pelaut.
Selain itu, ditemukan kesamaan benda-benda sejarah antara Suku Aborigin di Australia dengan di Pulau Jawa menandakan bahwa nenek moyang Kita sudah melakukan hubungan dengan bangsa lain yang tentunya menggunakan kapal-kapal yang laik layar.
Namun, ironisnya dalam perjalanan kedepan bangsa Indonesia, visi maritim Indonesia seperti jauh ditenggelamkan. Pasalnya, sejak masa kolonial Belanda abad ke-18, masyarakat Indonesia mulai dibatasi untuk berhubungan dengan laut, misalnya larangan berdagang selain dengan pihak Belanda.
Belum lagi, pengikisan semangat maritim bangsa Indonesia dengan menggenjot masyarakat untuk melakukan aktivitas agraris demi kepentingan kaum kolonialis semata. Akibatnya, budaya maritim bangsa Indonesia memasuki masa suram.
Kondisi ini kemudian berlanjut dengan minimnya keberpihakan rezim Orde Baru untukmembangun kembali Indonesia sebagai bangsa maritim. Akibatnya, dalam era kebangkitan Asia Pasifik, pelayaran Nasional Kita kalah bersaing dengan pelayaran asing akibat kurangnya investasi.
Patut disadari, bahwa kejayaan para pendahulu negeri ini dikarenakan kemampuan mereka membaca poensi yang mereka miliki. Ketajaman visi dan kesadaran terhadap posisi strategis nusantara telah membawa negara ini disegani oleh bangsa lain. Maka, sudah saatnya bagi kita yang sudah tertinggal jauh dengan bangsa lain untuk menyadari membaca ulang narasi besar maritim Indonesia yang pernah diikrarkan dalam Unclos 1982.
Didalamnya banyak termaktub peluang besar Indonesia sebagai negara kepulauan. Namun, lagi-lagi lemahnya perhatian dan keberpihakan pemerintah terhadap kemaritiman yang didalamnya mencakup kelautan, pesisir dan perikanan, maka kerugian yang didapatkan.
Seperti lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan pada tahun 2002 dengan alasan "ineffective occupation" atau wilayah yang ditelantarkan !
Oleh karena itu, sebagai suatu langkah yang konkrit dibutuhkan semangat yang konsisten dan kerja-kerja nyata demi mengembalikan kejayaan maritim bangsa Indonesia. Tentunya juga diperlukan suatu gerakan moral untuk terus mengumandangkan semangat maritim ini pada semua lapisan masyarakat Indonesia,
"Untuk kembali menyadari keberadaan INDONESIA sebagai negara KEPULAUAN TERBESAR DI DUNIA. Sebuah gerakan yang berintegritas tinggi untuk mengembalikan kejayaan INDONESIA sebagai negara MARITIM TERBESAR DI DUNIA."Agar eksistensi bangsa Indonesia kembali dilihat oleh bangsa-bangsa lain.
Source :
http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_asasi_manusia
http://danangsucahyo.blogspot.com/2013/01/eksistensi-indonesia-sebagai-negara.html